PENGUATAN LITERASI UNTUK PENDIDIKAN YANG BERKEMAJUAN - YAYASAN BINA INSAN CITA

PENGUATAN LITERASI UNTUK PENDIDIKAN YANG BERKEMAJUAN



Beberapa tahun terakhir ini, bangsa Indonesia semakin giat dalam perbincangan penguatan literasi bangsa. Mengapa literasi bangsa ini penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena rendahnya literasi memiliki dampak sangat luas bagi kemajuan bangsa. Literasi rendah berkontribusi terhadap rendahnya produktivitas bangsa. Ini berujung pada rendahnya pertumbuhan dan akhirnya berdampak terhadap rendahnya tingkat kesejahteraan yang ditandai oleh rendahnya pendapatan perkapita. Literasi rendah juga berkontribusi secara signifikan terhadap kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan. Masalah ini tentu saja tidak main-main dan tidak boleh dianggap remeh.
Bukankah sangat ironis bila kita mengetahui bahwa dibandingkan negara-negara lain di dunia, tingkat literasi anak-anak dan orang dewasa di Indonesia sangat rendah. Kemampuan membaca, berhitung, dan pengetahuan sains anak-anak Indonesia berada di bawah Singapura, Vietnam, Malaysia, dan Thailand berdasarkan hasil tes PISA (The Programme for International Student Assessment) yang dirilis Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2016.
Sementara 70% orang dewasa di Indonesia hanya memiliki kemampuan memahami informasi dari tulisan pendek, tapi kesulitan untuk memahami informasi dari tulisan yang lebih panjang dan kompleks. Dan 86% orang dewasa hanya dapat menyelesaikan persoalan aritmetika yang membutuhkan satu langkah, tapi kesulitan menyelesaikan perhitungan yang membutuhkan beberapa langkah. Data ini disimpulkan dari hasil penilaian PIAAC (The Programme for the International Assessment of Adult Competencies), tes kompetensi sukarela untuk orang dewasa yang berusia 16 tahun ke atas di beberapa daerah di Indonesia, dan menempatkan tingkat literasi orang dewasa Indonesia berada pada posisi terendah dari 40 negara yang mengikuti program ini.
Selain itu, pada tahun 2016, Central Connecticut State University merilis hasil “The World Most Literate Nation Study”. Studi ini selain menggunakan hasil penilaian PISA juga menambahkan ketersediaan dan ukuran perpustakaan serta akses terhadap informasi. Dari 61 negara yang diteliti, Indonesia berada pada posisi ke-60 di atas Botswana. Untuk kawasan ASEAN posisi Indonesia berada di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Data-data di atas sungguh menakutkan, bagaimana mungkin masa depan kita dibangun dalam kondisi rapuh dan tak bernyali sama sekali. Sebagaimana diungkapkan sebelumnya bahwa masalah literasi rendah akan berdampak seperti “lingkaran setan”  lingkaran yang tidak pernah putus. Bila literasi rendah maka sumber daya manusia rendah, akibatnya terjadi penganguran, kemiskinan akan terjadi, tingkat kriminalitas meningkat, dan negara menjadi rapuh. Sungguh sangat ironis!
Oleh karena itu, saat ini pemerintah tentu tidak tinggal diam, dari mana asal literasi ini akan dikembangkan, maka jawabanya adalah perbaiki kualitas pendidikan. Pemerintah sangat serius menangani masalah pendidikan mulai dari peningkatan anggaran pendidikan 2018 sampai mencapai Rp 444,13 triliun, juga dibarengi dengan beberapa regulasi penting bagi guru dan siswa mulai terlihat nyata dalam perbaikan pendidikan.
Namun tetap saja disadari bahwa gelombang penguatan literasi di berbagai daerah masih tetap menjadi masalah. Ada beberapa hal yang dapat diidentifikasi sebagai penyebab rendahnya literasi bangsa ini
1.      Penguatan literasi menjadi tanggung jawab orang tua, lingkugan dan guru di sekolah. Orang tua menyiapkan dasar pendidikan terbaik di rumah, dari rumah yang dipenuhi dengan keceriaan belajar akan memunculkan siswa yang termotivasi di sekolah, termasuk dorongan orang tua terhadap kemampuan literasi anak. Lingkungan yang baik yang mendukung hadirnya literasi serta sekolah yang memperkuat kemampuan literasi siswa akan menciptakan gelombang pendidikan masa depan yang kuat dan berakar pada kekuatan literasi.
2.      Infrastruktur pendidikan yang belum merata. Luasnya wilayah Indonesia, serta beragamnya kebutuhan di daerah menjadi permakluman tidak meratanya infrastruktur pendidikan dalam semua lini. Kebutuhan buku bacaan, perpustakaan, dan bahan ajar literer masih banyak yang belum tercukupi.
3.      Rendahnya minat baca akibat euphoria teknologi. Teknologi selalu bermata dua, satu sisi, kita akan ketinggalan bila tidak mengetahui teknologi terbaru. Akan tetapi, di sisi lain, bila penggunaannya tidak berasas manfaat dan kebutuhan, maka teknologi itu akan merusak. Contohnya menurut Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) sampai 2015 pembaca surat kabar hanya 13,1%, sementara penonton televisi dan mencapai 91,5%.
4.      Keterampilan menulis dasar, menegah, dan tinggi tidak menjadi kebiasaan baik secara institusional dan individual. Hampir semua penulis adalah pembaca yang baik, menulis seharusnya menjadi keterampilan dasar yang dapat meningkatkan literasi siswa, tetapi mengapa tidak tercapai. Hal ini disebabkan menulis di sekolah dasar dan menengah tidak menyentuh motivasi menulis siswa untuk menjadikan menulis sebagai kebiasaan. Sementara di sekolah tinggi perilaku mahasiswa dan dosen dalam menulis sangat rendah sehingga tidak ada yang dapat menjadi teladan dalam menulis. Menulis seakan menjadi beban para penulis, padahal semua orang dapat menjadi penulis aktif bila menulis dijadikan sebagai kebutuhan dasar.
Lantas bagaimana mengatasinya dalam konteks Kabupaten Barru:
1.      Menggali potensi lokal, potensi budaya dan menjadikannya sebagai kekuatan literasi. Perlu dipahami masyarakat Barru memiliki kekuatan budaya menulis yang boleh jadi tidak dimiliki daerah lain. Masyarakat Barru pernah memiliki Arung Pancana Toa Colliq Pujie penulis I Lagaligo, karya sastra terpanjang di dunia dan sudah diakui UNESCO. Menggali budaya menulis sebagai kearifan lokal sebenarnya sudah cukup memberikan motivasi pada guru-guru atau semua orang Barru, bahwa darah penulis ada pada diri-diri mereka. Mari kita bangkitkan kembali darah kepenulisan Arung Pancana Toa Colliq Pujie untuk menggedor kekakuan motivasi menulis orang-orang Barru.
2.      Pendidikan adalah target utama membentuk kemampuan literasi siswa, dimulai dari guru sebagai peletak literasi dasar. Memperkuat guru dalam bidang membaca dan menulis, sampai menerbitkan bukunya. Tentu dengan berkarya guru dapat mejadi contoh bagi siswanya di sekolah.
3.      Memperkuat gerakan perpustakaan keliling, gerakan perpustakaan di ruang-ruang publik, dan Perpustakaan daerah terpencil. Meningkatkan fungsi perpustakaan bukan hanya sekadar tempat membaca, tetapi perpustakaan menjadi sentral gerakan literasi.
4.       Membangun dan meningkatkan infrastruktur pendidikan terutama penyediaan listrik, perpustakaan, lab komputer dan akses terhadap internet serta peningkatan infrastruktur ICT sampai ke daerah terpencil.
Kesadaran penguatan literasi seyogyanya bukan hanya menjadi milik pemerintah, tetapi seluruh rakyat memiliki peran yang sama. Karena itu, ke depan pemerintah daerah akan menyiapkan rangkaian fasilitas pendukung utama agar pengembangan literasi di masa mendatang menjadi satu keniscayaan yang tidak perlu ditawar-tawar lagi, bila hari ini kabupaten Barru telah memiliki banyak penghargaan di bidang pendidikan. Maka bila saatnya tiba kita akan mencanangkan Barru yang kita cintai ini menjadi kabupaten literasi yang akan menjadi contoh di seluruh wilayah Republik Indonesia

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "PENGUATAN LITERASI UNTUK PENDIDIKAN YANG BERKEMAJUAN"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel